Bukan Hanya Resensi Buku The Host

10 hari kuhabiskan untuk membaca buku The Host yang setebal 776 halaman. Bukan 10 hari yang mudah karena aku terus saja gelisah sebelum menuntaskan akhir penderitaan Wanderer sang Pengelana yang menghuni tubuh Melanie Stryder. 10 hari adalah hari yang lama sekali meskipun aku membacanya hampir marathon di sela-sela kesibukanku sebagai ibu rumah tangga sekaligus ibu bekerja. Membaca di Halte, di dalam bis, diistirahat siang, di taman Kerang sore hari sambil menunggu jemputan menuju rumah, bahkan di malam buta kala duo juniorku terlelap.  Membaca memang bukan lagi hal yang bebas kulakukan setelah menekuni 2 tugas tanpa asisten rumah tangga. Rasanya pengorbananku sepadan dengan penderitaan yang dialami tokoh utama The Host, yaitu Wanda atau Wanderer.
Buku The Host atau Sang Pengelana karya Stephanie Meyer ini sarat akan sindiran pada kita umat manusia. Kita penghuni bumi terlalu lama lupa akan makna kedamaian hingga menganggap kekerasan adalah hal wajar. Buku ini mengungkap basic insting kita untuk bertahan hidup meski dengan penuh kekerasan. Meminjam istilah Wanderer, manusia bisa menjadi monster yang sangat ramah jika dibutuhkan. 
Adalah sebagian dari kita saja yang sadar ada sesuatu yang terjadi di bumi kala tiba – tiba segalanya menjadi normal. Ketika tiba-tiba semua pecandu narkoba maupun pengedarnya menyerahkan diri. Ketika tiba-tiba tak ada perselisihan pada setiap lomba semacam Olimpiade - semua peserta adalah pemenang! - padahal jelas-jelas terjadi pelanggaran. Bumi yang damai dan ramah bagi semua umatnya. Dan bagi sebagian manusia, situasi ini sangat tidak normal, dan terkuaklah rahasia para Jiwa yang menjadikan manusia sebagai inang barunya. Inang yang sangat berbeda dan menciptakan beragam rasa, indra dan emosi yang tak dikenal Jiwa.
Cerita ini bermula dari kedamaian bumi yang telah tercipta karena ekspansi Jiwa yang telah mencapai tahun ketiga. Segalanya sangat damai seperti Jiwa. Harmonis. Beberapa riak pemberontakan sangat jarang terjadi - dan selalu mampu diatasi para Pencari - sampai ditemukannya Melanie Stryder sebagai inang bagi Wanderer. Wanderer adalah jiwa yang istimewa dan dia menginginkan inang dewasa. Opsi yang tidak akan dipilih jiwa manapun karena inang dewasa rentan pemberontakan dari dalam. Dan Melanie adalah inang ke Sembilan bagi Wanderer
Adalah wajar jika jiwa yang cinta damai segera menyatu dengan inang barunya. Wanderer terlambat menyadari bahwa dia mencintai Jared dan Jimmie – 2 lelaki istimewa bagi Melanie Stryder. Dia telah terlanjur terperangkap dan menjadi tawanan dalam gua persembunyian sekelompok manusia pemberontak yang tersisa karena Jared dan Jimmy berada di sana. Beragam siksaan fisik maupun batin diterima Wanderer karena dia merasa layak mendapatkan setelah menjadikan manusia sebagai inangnya. Menghadapi kekerasan, kecurigaan, penolakan, pengkhianatan sekaligus cinta, penerimaan, kepercayaan adalah sesuatu yang sangat berlebihan bagi jiwa yang sederhana, bahkan jiwa sehebat Wanderer sekalipun. Apalagi ketika ada Ian yang semula bermaksud membunuhnya malah mencintainya. Mencintai Wanderer, bukan Melanie. Monster manusia mencintai Jiwa si cacing parasit. Ending buku ini tentu saja sudah bisa ditebak. Melanie Stryder kembali menjadi dirinya dan menyatu dengan Jared dan Jamie sementara Wanderer mendapat inag baru yang lebih sesuai dan berbahagia bersama Ian. Kisah cinta klasik yang indah, bukan?
Lebih jauh tentang Jiwa, ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari buku The Host karya Stephanie Meyer. Tentang bagaimana cara mereka hidup. Semua memiliki peran setara sesuai panggilannya. Sebagai Pencari, Penyembuh, Penghibur, Pengajar maupun pengambil keputusan - istilah yang aneh karena mereka tidak mengenal kata pemimpin. Tak ada yang mengambil sesuatu tanpa memberi. Tak ada transaksi jual beli karena semua bebas dimiliki siapapun - membayangkan narasi Meyer tentang kita bisa belanja di mall tanpa membayar hanya cukup menunjukkan nomor registrasi adalah sentimentil lain Meyer yang kelihatannya mendambakan kesejahteraan merata bagi semua orang *Ting!* Perasaan iri adalah emosi terkompleks yang tidak akan dimiliki Jiwa manapun. Hmm... menarik sekali. Salut Meyer, meski bukan karya terlaris, tapi buku ini hebat sekali. Tapi jangan samakan dengan Twilight Saga, ya? Jika disandingkan The Host, novel Twilight Saga menjadi seperti novel remaja karena lebih mengarah ke romantisme yang memimpikan pasangan kaya raya selama lebih dari 7 turunan. ;*Ting!* Khas Meyer sekali. Benarkah? Kita Tunggu karya keempatnya. karena karya ketiga yaitu Midnight Sun sudah pasti tidak akan terbit karena si penulis masih marah dengan pencurian draft master Midnight Sun. Ada - ada saja polah tingkah penggemar, ya?

6 Komentar

  1. klopp ah.. aku juga kalo belum menuntaskan buku, rasanya keingetan terus, lag nyucu baju, nyuci piring, atau lagi mandi. pengennya segera meleburkan kepenasaran tentang sebuah buku.

    Buku yang bagus mbak. mau atuh..hehe

    BalasHapus
  2. Hmm... cukup menarik jg novelnya ya mba Sus. Aku sempet mau dipinjemin tapi nolak coz keknya kurang seru hihihihi

    BalasHapus
  3. Hebat yach tanpa asisten masih ada waktu untuk membaca....anak2 udah besar sech yachh.....kalo aku masih belum nemu waktu yang pas utk baca buku...

    BalasHapus
  4. Mbak Desy: Beli doooongg..... xixi.... ups, aku dapatnya dari pakde Cholik, kok. :D

    Mbak Orin: Bukunya ga seru kok mbak. Apalagi kalo ga suka disindir. Aku aja waktu nerjemahin 2 bab pertama merasa bosan. Tapi karena penasaran kulanjut saja. Dapat 3 bab baru bisa dapat buku terjemahannya. Xixi...

    Mbak Nia: Anak kita sepantaran, mbak. Destin 7 Tahun Binbin 2 tahun 11 bulan.

    BalasHapus
  5. buku yang ini aku ga punya :)
    ga seru apanya nih mbak?

    BalasHapus
  6. Belum baca dari buku pertamanya T_T

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)